Monday, July 31, 2006

FAITH : FORSAKING ALL I TRUST HIM

FAITH : FORSAKING ALL I TRUST HIM
(Kejadian 22 : 1-14)

Konsekuensi umat Tuhan mengikut Kristus tidak segampang kita berjanji dihadapan-Nya. Namun yang paling penting adalah prakteknya dalam perjalanan hidup kita sehari-hari. Mungkin ada diantara kita berkata, kalau sang pemungut cukai yang bernama bernama Zahkeus bisa mengambil keputusan mengembalikan setengah dari miliknya kepada orang miskin, dan membayar empat kali lipat bagi mereka yang pernah diperas, itukan karena sisanya harta kekayaannya yang setengah itu masih banyak. Coba kalau seluruh hartanya diberikan , berani tidak Zahkeus lakukan? Saya akan menjawab tidak tahu. Namun saya coba membela Zahkeus, walaupun saya tidak mendapat komisi dari beliau yang kaya itu. Untuk “orang baru” yang percaya seperti Zahkeus, keputusan yang diambil ini sangat luar bisa. Kita tidak ada alasan mencelanya, karena bahkan orang yang sudah berpuluh-puluh tahun mengikut Kristuspun sulit membuat keputusan seperti ini.

Hari ini kita coba lanjutkan dengan seorang tokoh lain, saya memilih Abraham, sang Bapa beriman. Konteks yang akan kita telesuri adalah Abraham mempersembahkan anaknya Ishak. Mengapa Abraham dapat melakukan hal ini? Apa keistimewaan Abraham itu? Satu-satunya jawabannya yang saya temukan adalah karena iman Abraham atau saya sebut FAITH, akronimnya Forsaking All, I Trust Him.

1. FORSAKING ALL,

Kejadian 12 mencatat bahwa Allah memanggil Abraham keluar dari tanah leluhurnya Ur Kasdim menuju ke tanah perjanjian. Di situ ada janji (Covenant) yang diberikan Allah kepadanya. Saya rangkum dalam tiga kelompok. Allah mengatakan kepada Abraham bahwa :
1. Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar
2. Aku akan meberkati engkau
3. Aku akan membuat namamu mahsyur
Janji ini memang sangat unik, terutama yang ke tiga, Allah hendak membuat nama Abraham mahsyur. Padahal di dalam Kejadian 6 : 1-4 tatakala para arsitek mendirikan menara Babel, sesuai perencanaan mereka akan membangun menara yang menjulang ke langit dan mencari nama, Allah sendiri yang telah menggagalkan mereka. Sekarang justru Ia berjanji akan memberikan nama yang mahsyur kepada Abraham.

Lihat kembali Kejadian 22 : 1 “Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham” Kata mencoba ini diterjemahkan oleh Alkitab kita sama dengan terjemahan dari King James Version yani temp. Namun sebenarnya terjemahan ini kurang tepat, sebab temp bertentangan dengan kitab Yakobus 1 :13 yang mengatakan bahwa “Allah tidak mencobai siapapun” Nah, dalam hal ini apabila kita memegang Alkitab terjemahan Revised Standard Version dan New International Version, maka terjemahannya lebih tepat yakni memakai kata test (menguji). Pencobaan biasanya diberikan oleh si setan dengan maksud menjatuhkan manusia, sedangkan ujian itu diberikan oleh Allah dengan maksud menguatkan iman kita.

Abraham mendapat suatu perintah dari Tuhan, lihat Ayat 2 “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkan dia di sana sebagai korban bakaran pada salah-satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu” Mari kita bayangkan bagaimana pergumulan Abraham menghadapi permintaan Allah ini. Setiap bapa yang normal ia pasti sayang pada anak-anaknya, termasuk Abraham pastilah ia sangat sayang pada anaknya Ishak. Kelihatannya apa yang diperintahkan Allah ini melampaui batas terotorial kehendak bebasnya. Abraham seakan-akan mendapat suatu tugas yang tidak masuk akal sama sekali. Sejak Abraham mengenal Allah, hingga melewati empatpuluh tahun lebih, ia belum pernah melihat Allah itu berbuat demikian. Sunguh menyakitkan secara manusia.

Bila mengingat kembali panggilan dan janji Allah tentu Abraham merasa sangat kecewa. Sebab dibenak pikiran Abraham secara manusia pasti membayangkan bahwa saat ini Allah berusaha membatalkan janji-Nya. Bukankah Allah pernah mengatakan bahwa Abraham akan menjadi bangsa yang besar. Namun bagaimana mungkin ini menjadi kenyataan kalau saat ini Allah memerintahnya untuk mempersembahkan anaknya itu? Berdasarkan ini memang ada orang yang percaya bahwa kemungkinan Alkitab salah mencatat, sebab yang dikorbankan Abraham pada saat itu sebenarnya bukan Ishak melainkan Ismael. Namun saya tetap berpegang bahwa apa yang tercatat dalam kitab Kejadian itu benar, bahwa Abraham memang diminta mempersembahkan anaknya Ishak bukan Ismael.

Lanjutan dari ayat 2 ini mencatat bahwa bahwa Allah memerintah agar Abraham menjadikan Ishak sebagai “korban bakaran” tentunya dengan cara menyembelih dan membakarnya di atas mezbah. Jelas sekali apa yang akan dilakukan Abraham ini berbeda dengan apa yang dilakukan Hanna tatkala mempersembahkan Samuel anaknya kepada Tuhan Allah (lihat dan bandingkan dengan 1 Samuel 1 : 11, 28). Bagi Abraham sekana-akan Allah itu begitu kejam. Tadinya secara konsep kepercayaannya, Abraham mengganggap bahwa Allah itu adalah Allah yang penuh Kasih dan Penyayang, namun dengan perintah ini seakan-akan Allah itu merasa iri dengan kebahagiaan Abraham selama ini.

Sangat jelas sekali permintaan Allah kepada Abraham, tidak perlu ditafsir lagi ; Allah meminta “Anak tunggal yang dikasihi”. Seperti kita ketahui, untuk menantikan kelahiran Ishak, Abraham harus menanti janji Tuhan ini selama duapuluh lima tahun. Sejak Ishak lahir Abraham dengan penuh suka-cita dan penuh kasih membesarkan anak ini, namun sekarang secara tiba-tiba Allah memintanya kembali. Apa maksud Tuhan? Apakah Tuhan sedang mepermainkan Abraham?

Bagi Abraham Allah itu banyak sekali menuntutnya. Tekanan demi tekanan Allah begitu dahsyat, membuat Allah yang semestinya bermurah hati menjadi tidak lagi. Abraham seakan-akan diingatkan kembali peristiwa masa lampaunya, ia begitu taat pada Allah. Ia rela berangkat dari kampung halaman tanpa perhitungan apapun pada Allah. Ia rela dengan sabar menanti janji-Nya, walaupun kemudian baru menjadi nyata pada tahun yang ke duapuluh lima. Apakah semua pengorbanan Abraham ini masih belum cukup bagi Allah, sehingga anaknya yang tunggal itu yang dikasihnya harus diminta juga?

Pada jaman itu mengorbankan anak bagi dewa adalah suatu yang umum dalam semua agama kafir. Lalu mulai jaman Musa hal ini baru dilarang. (lihat Imamat 18 :21, Imamat 20: 2-5 dan Ulangan 18 : 10). Namun pada jaman Abraham sudah tentu pengorbanan anak ini masih belum ada larangan. Kita tahu bahwa Allah sendiri yang memberikan Ishak pada Abraham, dan sekarang Allah menguji Abraham itu. Allah ingin tahu apakah Abraham itu lebih mencintai Dia atau pemberian-Nya. Banyak orang percaya yang gagal dalam hal ini. Sebelum memperoleh apa-apa, ia masih begitu setia pada Tuhan. Namun tatkala Allah sudah meberkati dengan berkat yang berkelimpahan, ia mulai sibuk dnegan berkat-berkat Tuhan itu. Tatkala masih belum berjabatan tinggi di perusahaan, ia masih rajin beribadah, rajin melayani bahkan sangat taat memberikan persembahan. Namun begitu Tuhan memberkati dengan kekayaan, ia mulai memfokuskan pada kekayaan itu, ia mulai sibuk dengan pekerjaan itu, ia mulai menghitung-hitung dengan Allah. Itu sebabnya kita perlu berhati-hati, jangan sampai Allah mengatakan, mari kembalikan semua itu kepada Ku?

Jelas sekali ujian ini sangat berat sekali bagi Abraham, itu sebabnya satu-satunya cara yang ditempuh oleh Abraham untuk memenuhi keinginan Allah adalah ia tidak menahan apa yang Tuhan Allah kehendaki. Ia rela melepaskan seluruhnya dan ia rela tinggalkan bahkan yang anaknya yang dikasihinya. Forsaking All, merupakan jawabannya.

2. I TRUST HIM

Ketika Abraham dengan rela menyerahkan semua yang Tuhan Allah kehendaki, maka ada kedamaian yang tersendiri di dalam dirinya. Orang yang lagi dirundung masalah seperti Abraham sudah pasti akan menaruh masalah tersebut dalam pikirannya. Itu sebabnya ada banyak orang yang dengan terpaksa minta obat tidur pada dokter. Namun ayat 3 mencatat bahwa “ Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham”. Nah hal ini menunjukkan bahwa Abraham itu tetap bisa tidur malam itu. Mengapa demikian? APakah beliau ke dokter? Tentu tidak. Hanya dengan adanya penyerahan secara total kepada Allah saja yang memungkinkan orang seperti Abraham ini tidur pada malam yang penuh pergumulan itu.

Dalam ayat 3 juga dikatakan bahwa setelah Abraham mendapat perintah dari Allah, keesokoan harinya ia segera melakukannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa Abraham itu tidak menunda-nunda. Rupanya hal ini sudah merupakan kebiasaaan baik Abraham (lihat Kejadian 21 : 14). Apakah kita memiliki kebiasaan semacam itu? Sering kali orang percaya itu selalu menunda-nunda untuk taat kepada Allah. Namun ironisnya ia tetap akan marah kalau Tuhan menunda mengabulkan doanya. Coba lihat Abraham, ia bukan hanya tidak menunda menaati Tuhan Allah, tetapi ia bahkan tidak bertanya sepatah katapun kepada Tuhan? Oleh karena itu ada seorang penafsir berkata, apa yang Tuhan Allah perintahkan kepada kita tidak perlu dipertimbangkan lagi, namun kita hanya tinggal melakukannya saja.

Jarak dari rumah Abraham menuju tanah Moria itu kurang lebih 140 Km dan harus ditempuh dengan waktu tiga hari lamanya. Sungguh ini merupakan perjalanan yang terberat dan terpanjnag. Selama dalam perjalanan ini, sangat memungkinkan Abraham untuk menoleh membatalkan komitmennya, namun Abraham tidak melakukan itu. Konsekuensi perjalanan hidup mengikuti Tuhan memnag bukan suatu perjalanan hidup yang gampang, kalau gampang sudah tentu para misionaris tidak perlu berjuang sampai mempertaruhkan nyawanya. Kita perlu mempercayakan seluruh hidup kita kepada Allah. Mungkin beberapa bulan yang lalu kita pernah berjanji secara resmi kepada Allah untuk komitmen melayani Tuhan, namun bagaimana realisasinya dihari ini? Ada banyak orang yang menarik kembali komitmennya, bahkan sebelum komitmen itu dilaksanakan.

Ayat 5 bunyainya demikian “ Tinggallah kamu di sini, dengan keledai ini. Aku beserta anak ini akan pergi ke sana. Kami akan sembahyang, sesudah itu kami akan kembali kepadamu”
Mengapa Abraham tidak mengijinkan para bujangnya ikut ke puncak bukit Moria? Karena Abraham tahu, mereka nantinya bukan membantu, malah justru akan menjadi penghalang baginya. Bila kita perhatikan ayat ke 5 ini baik-baik ternyata cukup menarik terutama bagian yang terakhir. Kalimatnya berbunyi demikian “ Sesudah itu kami akan kembali” Mengapa Abraham tidak mengatakan “ sesudah itu aku akan kembali” Kalau Abraham mengatakan kami akan kembali itu menunjukkan bahwa , Abraham akan kembali beserta Ishak. Mengapa bisa demikian?
Ada beberapa pendapat mengenai kalimat ini, yang pertama kemungkian besar Abraham itu berbohong, sebab jelas sekali ia mengetahui bahwa anaknya bakal ia bunuh. Yang kedua, ada yang mengatakan bahwa Abraham itu hanya mau menghibur diri, atau juga supaya tidak menimbulkan pertanyaan dari para bujangnya. Yang ke tiga, inilah iman Abraham itu (banding Ibrani 11 : 17-19). Saya sendiri berpendapat bahwa karena iman Abrahamlah, maka ia berkata kami akan kembali. I Trust HIM
Kemidian bila kita baca ayat 9-10, Abraham itu tidak bermain-main dengan keputusannya, hal ini menunjukkan bahwa “Abraham itu mengasihi Tuhan melebihi segala-galanya, bahkan melebihi mengasihi Ishak anaknya”. Makanya ia memberikan yang terbaik pada Tuhan. Sangat beda dengan kebanyakan anak-anak Tuhan saat ini, sering kali terjebak memberikan kepada Tuihan sesustu yang nomer dua bukan nomer satu. Kalau anaknya pandai, rajin, giat, maka ia akan usahkan agar anaknya menjadi Insinyur, dokter dan bahkan menjadi orang ternama. Namun kalau ketemu anaknya yang malas belajar, terpengaruh narkoba dan ekstasi, jahat, menyusahkan orang tua, maka ibunya akan datang kepada pendeta minta didoakan supaya anak ini bertobat, dan berjanji kalau anaknya bertobat ia dengan rela mempersembahkan anaknya menjadi pendeta. Abraham tidak demikian, ia memberikan yang paling baik dari seluruh hidupnya kepada Tuhan Allah. Itu sebabnya di ayat 1 Allah bertindak “ Jangan bunuh anak itu” Hal ini bukan berarti Allah merubah rencana-Nya, memang sejak awal Allah hanya hendak menguji kesetiaan iman Abraham.
Apa yang Tuhan kerjakan pada diri Abraham memang tidak boleh diberlakukan secara umum, artinya jangan kita berpikir bahwa apa saja yang kita berikan pada Tuhan pasti dikembalikan. Kalau memang sebagai anak Tuahn kita tergerak memberikan yang terbaik pada Tuhan maka berikanlah dengan iman. I Trust HIM sendiri sungguh yakin bahwa Allah tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya kekurangan. Ayat 13-14 Allah kemudian menyediakan seekor domba yang sednag tertambat sebagai pengganti korban (substitute), dan hal ini tentu bukan sesuatu yang kebetulan. Johanes Calvin mengatakan inilah pengaturan Tuhan itu (providence Of God). Dengan demikian maka iman Abraham bangkit kembali. Abraham ternyata bukan hanya menyembah pada Allah yang penuh kasih, tetapi juga Allah yang menyediakan segala-galanya, Yehovah Jireh, God Will Provide. Tuhan Allah itu begitu baik, Ia tidak menyediakan domba itu di kaki gunung, karena kalau demikian akan meruntuhkan iman Abraham, Tuhan juga tidak menyediakan domba itu setelah Ishak disembelih, karena tidak ada gunanya, Nasi menjadi Bubur, terlambat. Tetapi Tuhan menyediakan tepat pada waktunya.
Sebagai anak Tuhan kita mesti memiliki iman yang sedemikian rupa. Anugerah keselamatan yang diberikan Allah melalui Tuhan Yesus disalibkan di atas kayu salib telah membuktikan bahwa Allah itu mengasihi kita. Ia sanggup menjaga, memelihara dan mencukupi segala kebutuhan kita. Kuncinya adalah apabila segala keputusan yang kita ambil kita harus sertakan Tuhan Yesus ikut ambil bagian di dalamnya. Tatkala kita memutuskan join bekerja dengan sebuah perusahaan, tatkala kita memilih tempat kuliah, memilih teman hidup, memutuskan untuk tinggal di suatu tempat dan lain sebagainya, sangat perlu melibatkan Tuhan, supaya keputusannya tidak salah. Kalau kita sadar bahwa Allah itu begitu mengasihi kita, mengapa kita tidak mempercayakan seluruh hidup kita kepada-Nya?



No comments: