Monday, July 24, 2006

KONSEKUENSI SEORANG PENGIKUT KRISTUS

KONSEKUENSI SEORANG PENGIKUT KRISTUS
(Lukas 19 : 1-10)

Apapun yang kita kerjakan di dunia ini, jika tidak untuk memuliakan nama Tuhan, maka hasilnya pasti sia-sia. Tidak peduli apa itu jabatan kita. Mungkin kita sebagai direktur di sebuah perusahaan, manager, ahli ekonomi, ahli komputer, ibu rumah tangga atau sebagai mahasiswa. Inilah konsekuensinya sebagai orang percaya yang sering terlupakan itu.

Penulis Dokter Lukas mencatat bahwa ada seorang tokoh yang bernama Zahkeus. Seorang yang berani mengambil kuensekuensi demi mengikut Yesus. Tidak gampang bagi seorang Zahkeus mengambil keputusan ini. Ia harus berpikir dua tiga kali secara matang. Sebagai seorang yang nota bene kaya, berjabatan khusus dan sudah tersohor di masyarakat. Coba kita telusuri konsekuensi apa saja yang telah diambil tatkala ia mengikut Yesus? Saya mencoba memaparkan tiga sikap penting yang dilakukan oleh Zahkeus.
1. Adanya Rekonsiliasi ( Perdamaian )
2. Adanya Rekonstruksi ( Pembaharuan diri)
3. Adanya Reaktifikasi ( Pengaktifan kembali)

Adanya Rekonsiliasi (Perdamaian)

Siapa Zahkeus ini? Ada di mana beliau? Alkitab kita mencatat bahwa Zahkeus itu tinggal di kota Yerikho. Kota Yerikho ini adalah kota yang permai dan makmur. Yerikho juga terkenal sebagai kota para imam (bnd Lukas 10 tatkala perumpamaan orang Samaria yang baik hati itu). Menurut tradisi di sana terdapat suatu pos yang cukup penting untuk memungut cukai atau bea atas berbagai barang dagangan yang diexport atau yang diperdagangkan. Jabatan pemungutan cukai ini dipersewakan (ditender) kan oleh pemerintah kepada orang-orang swasta, biasanya dengan jangka waktu tertentu. Contohnya masalah perparkiran yang dikelola oleh swasta pada masa kini. Oleh karena itu di kota Yerikho terdapat banyak sekali para pemungut cukai. Berkali-kali kita mendapat informasi bahwa pemungut cukai itu dipandang rendah oleh para pemuka agama. Mereka juga dibenci oleh masyarakat.

Ayat 2 mencatat bahwa Zahkeus adalah “Chief tax collector” (kepala pemungut cukai). Bayangkan, sebagai pemungut cukai saja sudah dibenci apalagi sang kepalanya. Nama Zahkeus itu kemungkinan dibentuk dari akar kata nama Zakai (misalnya Ezra 2 :9), artinya “orang bersih” Namun nama yang disandang Zahkeus tidak sesusi dengan karakternya. Selanjutnya ditegaskan lagi bahwa Zahkeus ini kaya. Kekayaan Zahkeus tidak diimbangi oleh perlakuan masyarakat terhadap dirinya. Biasanya orang kaya karena kekayaannya maka ia disegani dan dihormati. Jaman ini sekali orang-orang kaya banyak mendapat prioritas. Bila ia berkunjung ke gereja maka sambutannya “hangat” tersendiri. Rumahnya sering dibesuk oleh pendeta dan orang-orang gereja. Dirinya sering mendapat perhatian khusus. Tetapi berbeda dengan Zahkeus, ia malah dibenci. Jadi kita bisa membayangkan kondisi Zahkeus yang cukup sulit ini.
Kemungkinan besar sebagai pemungut cukai ia berlaku semena-mena kepada masyarakat, sebagaimana pengakuannya setelah bertobat. Namun kita mesti mengerti dan memahami mengapa dia sampai berlaku demikian. Untuk menjadi seorang pemungut cukai, Zahkeus telah menghabiskan banyak dana dengan mengadakan kontrak dengan pemerintah. Artinya dia telah membayar sejumlah uang yang besar agar dapat memiliki jabatan tersebut. Supaya modalnya balik, maka mau tidak mau ia harus menerapkan berbagai cara termasuk tarif pajak yang tinggi. Itu sebabnya maka tidak heran jika masyarakat umum merasa ditekan dan tidka heran mereka membencinya. Jadi walaupun ia penuh berlimpah dengan segala kekayaan, namun kehidupannya tidak memiliki damai sejahtera dan kebahgiaan, sebab banyak musuhnya.

Tatkala mendengar sebuah nama populer yakni Yesus hendak berkunjung di kotanya, maka kesempatan ini dipakai Zahkeus dengan sebaik-baiknya. Namun ada halangan yang cukup fatal yang membuat dia tidak dapat melihat Yesus, sebab tubuhnya pendek. “Tubuh boleh pendek namun akalnya panjang”. Makanya di ayat 4 mencatat, ia berlari mendahului orang banyak dan naik ke atas sebuah pohon ara. Jadi ada usaha keras yang dilakukan untuk mencapai keinginannya melihat Yesus.

Ayat 5, tatkala Yesus melihat Zahkeus, maka Ia berkata “ Zahkeus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu” Selanjutnya terjadilah suka-cita terbesar dalam diri Zahkeus. Diantara orang banyak, hanya Yesus yang memperhatikan Zahkeus dengan rasa simpatik, sedangkan orang lain memperhatikan Zahkeus dengan wajah sinis. Tidak salah apabila kita dapat menyimpulkan bahwa Yesus memperhatikan orang-orang yang tidak terperhatikan.

Bagi Zahkeus di sinilah letak kesejahteraan yang terbesar itu. Yesus bukan hanya memperhatikan dia tetapi juga bersedia tinggal di rumahnya. Ini merupakan suatu kehormatan yang sangat besar sekali. Kemungkinan orang-orang sekitar dapat menuduh Yesus itu “mata duitan” karena yang diperhatikan adalah Zahkeus yang kaya seperti yang dilakukan oleh orang-orang gereja masa kini. Namun tuduhan ini tidak benar, sebab di waktu yang lain Yesus pernah didatangi seorang pemuda yang kaya juga, namun Yesus tidak menerimanya dengan begitu gampang. Ada pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan pemuda itu, yakni menjual segala harta miliknya. Hasilnya kita sudah ketahui bahwa pemuda itu pergi dengan bersungut-sungut.

Adanya Rekonstruksi ( Pembaharuan)

Kehadiran Yesus di rumah Zahkeus menghasilkan suatu rekonsialisi, yang nyata bahwa seorang berdosa telah mengambil keputusan damai dengan Tuhan. Bagi Yesus Zahkeus bukan sosok musuh, tetapi seorang manusia yang harus dimenangkan kembali, sedangkan bagi Zahkeus Yesus itu merupakan Juru Selamat yang melebihi segala harta bendanya. Namun bagi orang sekitar, kehadiran Yesus ke rumah Zahkeus justru menjadi cemooh, sebab Yesus bersedia tinggal di rumah orang berdosa. Bukankah di Yerikho ada banyak imam, namun mengapa Yesus tidak menumpang di rumah mereka? Mengapa yang dipilih justru rumah Zahkeus? Saya yakin kalimat ini muncul karena ketidakpuasan mereka, juga boleh jadi karena mereka merasa iri , atau juga karena mereka merasa lebih baik dari Zahkeus. Jika mau jujur, sering kali kita sebagai orang percaya terjebak pada kondisi ini, “Tatkala orang lain yang terpilih”

Kalimat yang Yesus ucapkan begini, “Hari ini Aku harus menumpang di rumahmu” Boleh diartikan juga bermalam di rumahnya. Kata “harus” yang dipakai oleh dokter Lukas ini boleh diartikan juga bahwa “sesuai dengan rencana Allah dan kehendak-Nya”. Yesus datang ke dunia memang mencari orang-orang yang seperti Zahkeus. Ayat 10 mencatat, Yesus datang ke dunia mencari orang yang terhilang.

Tidak diceritakan secara mendetail apa yang dipikirkan dan apa yang termaktub dalam hati Zahkeus. Tetapi yang pasti adalah terdapat suka-cita besar dalam diri Zahkeus ini. Memang tidak semua orang kaya mendapat kesempatan seperti Zahkeus. Inilah Anugerah khusus, itu sebabnya respon dari Zahkeus adalah pertobatan. Zahkeus yang tadinya manusia berdosa tanpa pengharapan, sekarang menjadi manusia yang berpengharapan dalam Yesus. Dalam hal ini saya sebutkan dengan Rekonstruksi diri. Pertobatan seperti seseorang yang sedang kesasar, lalu ia harus balik arah 180 derajat. Tadinya ia telah melangkah pada arah yang melenceng, sekarang ia harus balik arah ke jalan yang benar. Zahkeus berhasil melakukan itu.

Adanya Reaktifikasi (Aktif kembali)

Zahkeus mebuktikan kepada khalayak ramai suatu keajaiban atas dirinya. Aya 8 mencatat “Tuhan . setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat” Inilah keputusan atas konsekuensi Zahkeus mengikut Yesus. Jadi terlihat nyata di sini Reaktifitasnya. Ada perubahan total dalam hati, hidup dan motivasi dari seorang Pemungut Cukai yang bernama Zahkeus itu. Coba lihat dan bandingkan dengan Imamat 6 : 15. Di situ jelas mencatat bahwa kalau seseorang ternyata memeras rekan sebangsanya dapat dihukum dengan membayar kembali jumlah yang diperas dan ditambah duapuluh persen (20%). Sedangkan Zahkeus berjanji akan mengembalikan lebih banyak dari itu. Zahkeus seakan-akan menyamakan dirinya dengan seorang pencuri domba (lih.Keluaran 22 : 1 , 22 : 4). Reaksi ini hanya terjadi bagi Zahkeus yang mendapatkan keselamatan itu. Baginya keselamatan merupakan suatu suka-cita besar (lih dan bnd Lukas 2 : 10)

Lihatlah, Zahkeus berani mengambil konsekuensi dan sekaligus menjalankannya. Bagaimana dengan kita? Boleh dibilang sebagai orang-orang percaya kita telah mengambil konsekuensi yang sama seperti Zahkeus ini. Tatkala kita baru pertama kali bertobat dihadapan Tuhan Yesus, dan kita telah menerima tantangan tersebut. Masalahnya, banyak sekali anak Tuhan dan saya curiga termasuk kita yang makin lama percaya pada Tuhan, makin melupakan konsekuensi yang pernah diambil. Itu sebabnya hari ini melalui tokoh Zahkeus kita dingatkan kembali, bahwa konsekuensi itu bukan hanya diambil saja, tetapi juga harus dilaksanakan.

Untuk mengecek dan merefleksi kembali kehidupan kita ini maka saya coba mengajukan beberapa tiga pertanyaan;

Sudahkah kita Rekonsiliasi diri kita? Baik terhadap diri sendiri, sesama kita terutama pada Tuhan?. Bagaimana mungkin kita berdamai dengan Tuhan kalau dengan diri kita pribadi senantiasa berkonflik?. Secara manusia kita ingin melakukan sesuatu, namun hati-nurani mengatakan hal itu bertentangan dengan Tuhan. Kita tidak bakal merasa damai sejahtera terus-menerus sebeleum ada perdamaian secara khusus dengan Tuhan. Itu sebabnya detik ini juga kita perlu mengambil waktu khusus untuk kembali berdamai dengan Tuhan terlebih dahulu, dengan demikian kedamaian akan diri pribadi dan sesama segera terlaksana.

Bagimana dengan Rekonstruksi diri kita? Benar kita pernah memiliki momen pertobatan pada masa-masa lalu, namun apakah pertobatan itu disertai pembaharuan diri? Coba kita periksa apakah kita memiliki pertumbuhan iman dan rohani kita selama tahun ini? Kalau pada setiap awal tahun baru kita selalu berkomitmen menjadi yang lebih baik untuk Tuhan, lalu permisi tanya apakah semua ini sudah terlaksana? Apakah janji tinggal janji saja?

Satu hal yang tidak kalah pentingnya bahwa kita juga perlu Reaktifikasi diri kita. Apa reaksi kita untuk Tuhan? Kalau Zahkeus dengan respon yang spontan mengatakan akan mengembalikan segala yang diambil dari masyarakat, bahkan membayar lebih. Lalu respon kita bagaimana? Apakah pernah terpikir dari kita bahwa Tuhan telah mengerjakan Karya yang besar bagi hidup kita, dan kita berhutang keselamatan pada-Nya. Keselamatan yang bernilai dan berharga. Begitu tinggi dan berharganya sehingga kita tidak sanggup membelinya sekalipun kita memiliki uang. Satu-satunya cara kita menerimanya secara cuma-cuma. Namun perlu diingat bahwa yang cuma-cuma ini bukan barang gratisan, namun ini merupakan Anugerah yang tak terbeli.

No comments: