Monday, July 31, 2006

FAITH : FORSAKING ALL I TRUST HIM

FAITH : FORSAKING ALL I TRUST HIM
(Kejadian 22 : 1-14)

Konsekuensi umat Tuhan mengikut Kristus tidak segampang kita berjanji dihadapan-Nya. Namun yang paling penting adalah prakteknya dalam perjalanan hidup kita sehari-hari. Mungkin ada diantara kita berkata, kalau sang pemungut cukai yang bernama bernama Zahkeus bisa mengambil keputusan mengembalikan setengah dari miliknya kepada orang miskin, dan membayar empat kali lipat bagi mereka yang pernah diperas, itukan karena sisanya harta kekayaannya yang setengah itu masih banyak. Coba kalau seluruh hartanya diberikan , berani tidak Zahkeus lakukan? Saya akan menjawab tidak tahu. Namun saya coba membela Zahkeus, walaupun saya tidak mendapat komisi dari beliau yang kaya itu. Untuk “orang baru” yang percaya seperti Zahkeus, keputusan yang diambil ini sangat luar bisa. Kita tidak ada alasan mencelanya, karena bahkan orang yang sudah berpuluh-puluh tahun mengikut Kristuspun sulit membuat keputusan seperti ini.

Hari ini kita coba lanjutkan dengan seorang tokoh lain, saya memilih Abraham, sang Bapa beriman. Konteks yang akan kita telesuri adalah Abraham mempersembahkan anaknya Ishak. Mengapa Abraham dapat melakukan hal ini? Apa keistimewaan Abraham itu? Satu-satunya jawabannya yang saya temukan adalah karena iman Abraham atau saya sebut FAITH, akronimnya Forsaking All, I Trust Him.

1. FORSAKING ALL,

Kejadian 12 mencatat bahwa Allah memanggil Abraham keluar dari tanah leluhurnya Ur Kasdim menuju ke tanah perjanjian. Di situ ada janji (Covenant) yang diberikan Allah kepadanya. Saya rangkum dalam tiga kelompok. Allah mengatakan kepada Abraham bahwa :
1. Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar
2. Aku akan meberkati engkau
3. Aku akan membuat namamu mahsyur
Janji ini memang sangat unik, terutama yang ke tiga, Allah hendak membuat nama Abraham mahsyur. Padahal di dalam Kejadian 6 : 1-4 tatakala para arsitek mendirikan menara Babel, sesuai perencanaan mereka akan membangun menara yang menjulang ke langit dan mencari nama, Allah sendiri yang telah menggagalkan mereka. Sekarang justru Ia berjanji akan memberikan nama yang mahsyur kepada Abraham.

Lihat kembali Kejadian 22 : 1 “Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham” Kata mencoba ini diterjemahkan oleh Alkitab kita sama dengan terjemahan dari King James Version yani temp. Namun sebenarnya terjemahan ini kurang tepat, sebab temp bertentangan dengan kitab Yakobus 1 :13 yang mengatakan bahwa “Allah tidak mencobai siapapun” Nah, dalam hal ini apabila kita memegang Alkitab terjemahan Revised Standard Version dan New International Version, maka terjemahannya lebih tepat yakni memakai kata test (menguji). Pencobaan biasanya diberikan oleh si setan dengan maksud menjatuhkan manusia, sedangkan ujian itu diberikan oleh Allah dengan maksud menguatkan iman kita.

Abraham mendapat suatu perintah dari Tuhan, lihat Ayat 2 “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkan dia di sana sebagai korban bakaran pada salah-satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu” Mari kita bayangkan bagaimana pergumulan Abraham menghadapi permintaan Allah ini. Setiap bapa yang normal ia pasti sayang pada anak-anaknya, termasuk Abraham pastilah ia sangat sayang pada anaknya Ishak. Kelihatannya apa yang diperintahkan Allah ini melampaui batas terotorial kehendak bebasnya. Abraham seakan-akan mendapat suatu tugas yang tidak masuk akal sama sekali. Sejak Abraham mengenal Allah, hingga melewati empatpuluh tahun lebih, ia belum pernah melihat Allah itu berbuat demikian. Sunguh menyakitkan secara manusia.

Bila mengingat kembali panggilan dan janji Allah tentu Abraham merasa sangat kecewa. Sebab dibenak pikiran Abraham secara manusia pasti membayangkan bahwa saat ini Allah berusaha membatalkan janji-Nya. Bukankah Allah pernah mengatakan bahwa Abraham akan menjadi bangsa yang besar. Namun bagaimana mungkin ini menjadi kenyataan kalau saat ini Allah memerintahnya untuk mempersembahkan anaknya itu? Berdasarkan ini memang ada orang yang percaya bahwa kemungkinan Alkitab salah mencatat, sebab yang dikorbankan Abraham pada saat itu sebenarnya bukan Ishak melainkan Ismael. Namun saya tetap berpegang bahwa apa yang tercatat dalam kitab Kejadian itu benar, bahwa Abraham memang diminta mempersembahkan anaknya Ishak bukan Ismael.

Lanjutan dari ayat 2 ini mencatat bahwa bahwa Allah memerintah agar Abraham menjadikan Ishak sebagai “korban bakaran” tentunya dengan cara menyembelih dan membakarnya di atas mezbah. Jelas sekali apa yang akan dilakukan Abraham ini berbeda dengan apa yang dilakukan Hanna tatkala mempersembahkan Samuel anaknya kepada Tuhan Allah (lihat dan bandingkan dengan 1 Samuel 1 : 11, 28). Bagi Abraham sekana-akan Allah itu begitu kejam. Tadinya secara konsep kepercayaannya, Abraham mengganggap bahwa Allah itu adalah Allah yang penuh Kasih dan Penyayang, namun dengan perintah ini seakan-akan Allah itu merasa iri dengan kebahagiaan Abraham selama ini.

Sangat jelas sekali permintaan Allah kepada Abraham, tidak perlu ditafsir lagi ; Allah meminta “Anak tunggal yang dikasihi”. Seperti kita ketahui, untuk menantikan kelahiran Ishak, Abraham harus menanti janji Tuhan ini selama duapuluh lima tahun. Sejak Ishak lahir Abraham dengan penuh suka-cita dan penuh kasih membesarkan anak ini, namun sekarang secara tiba-tiba Allah memintanya kembali. Apa maksud Tuhan? Apakah Tuhan sedang mepermainkan Abraham?

Bagi Abraham Allah itu banyak sekali menuntutnya. Tekanan demi tekanan Allah begitu dahsyat, membuat Allah yang semestinya bermurah hati menjadi tidak lagi. Abraham seakan-akan diingatkan kembali peristiwa masa lampaunya, ia begitu taat pada Allah. Ia rela berangkat dari kampung halaman tanpa perhitungan apapun pada Allah. Ia rela dengan sabar menanti janji-Nya, walaupun kemudian baru menjadi nyata pada tahun yang ke duapuluh lima. Apakah semua pengorbanan Abraham ini masih belum cukup bagi Allah, sehingga anaknya yang tunggal itu yang dikasihnya harus diminta juga?

Pada jaman itu mengorbankan anak bagi dewa adalah suatu yang umum dalam semua agama kafir. Lalu mulai jaman Musa hal ini baru dilarang. (lihat Imamat 18 :21, Imamat 20: 2-5 dan Ulangan 18 : 10). Namun pada jaman Abraham sudah tentu pengorbanan anak ini masih belum ada larangan. Kita tahu bahwa Allah sendiri yang memberikan Ishak pada Abraham, dan sekarang Allah menguji Abraham itu. Allah ingin tahu apakah Abraham itu lebih mencintai Dia atau pemberian-Nya. Banyak orang percaya yang gagal dalam hal ini. Sebelum memperoleh apa-apa, ia masih begitu setia pada Tuhan. Namun tatkala Allah sudah meberkati dengan berkat yang berkelimpahan, ia mulai sibuk dnegan berkat-berkat Tuhan itu. Tatkala masih belum berjabatan tinggi di perusahaan, ia masih rajin beribadah, rajin melayani bahkan sangat taat memberikan persembahan. Namun begitu Tuhan memberkati dengan kekayaan, ia mulai memfokuskan pada kekayaan itu, ia mulai sibuk dengan pekerjaan itu, ia mulai menghitung-hitung dengan Allah. Itu sebabnya kita perlu berhati-hati, jangan sampai Allah mengatakan, mari kembalikan semua itu kepada Ku?

Jelas sekali ujian ini sangat berat sekali bagi Abraham, itu sebabnya satu-satunya cara yang ditempuh oleh Abraham untuk memenuhi keinginan Allah adalah ia tidak menahan apa yang Tuhan Allah kehendaki. Ia rela melepaskan seluruhnya dan ia rela tinggalkan bahkan yang anaknya yang dikasihinya. Forsaking All, merupakan jawabannya.

2. I TRUST HIM

Ketika Abraham dengan rela menyerahkan semua yang Tuhan Allah kehendaki, maka ada kedamaian yang tersendiri di dalam dirinya. Orang yang lagi dirundung masalah seperti Abraham sudah pasti akan menaruh masalah tersebut dalam pikirannya. Itu sebabnya ada banyak orang yang dengan terpaksa minta obat tidur pada dokter. Namun ayat 3 mencatat bahwa “ Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham”. Nah hal ini menunjukkan bahwa Abraham itu tetap bisa tidur malam itu. Mengapa demikian? APakah beliau ke dokter? Tentu tidak. Hanya dengan adanya penyerahan secara total kepada Allah saja yang memungkinkan orang seperti Abraham ini tidur pada malam yang penuh pergumulan itu.

Dalam ayat 3 juga dikatakan bahwa setelah Abraham mendapat perintah dari Allah, keesokoan harinya ia segera melakukannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa Abraham itu tidak menunda-nunda. Rupanya hal ini sudah merupakan kebiasaaan baik Abraham (lihat Kejadian 21 : 14). Apakah kita memiliki kebiasaan semacam itu? Sering kali orang percaya itu selalu menunda-nunda untuk taat kepada Allah. Namun ironisnya ia tetap akan marah kalau Tuhan menunda mengabulkan doanya. Coba lihat Abraham, ia bukan hanya tidak menunda menaati Tuhan Allah, tetapi ia bahkan tidak bertanya sepatah katapun kepada Tuhan? Oleh karena itu ada seorang penafsir berkata, apa yang Tuhan Allah perintahkan kepada kita tidak perlu dipertimbangkan lagi, namun kita hanya tinggal melakukannya saja.

Jarak dari rumah Abraham menuju tanah Moria itu kurang lebih 140 Km dan harus ditempuh dengan waktu tiga hari lamanya. Sungguh ini merupakan perjalanan yang terberat dan terpanjnag. Selama dalam perjalanan ini, sangat memungkinkan Abraham untuk menoleh membatalkan komitmennya, namun Abraham tidak melakukan itu. Konsekuensi perjalanan hidup mengikuti Tuhan memnag bukan suatu perjalanan hidup yang gampang, kalau gampang sudah tentu para misionaris tidak perlu berjuang sampai mempertaruhkan nyawanya. Kita perlu mempercayakan seluruh hidup kita kepada Allah. Mungkin beberapa bulan yang lalu kita pernah berjanji secara resmi kepada Allah untuk komitmen melayani Tuhan, namun bagaimana realisasinya dihari ini? Ada banyak orang yang menarik kembali komitmennya, bahkan sebelum komitmen itu dilaksanakan.

Ayat 5 bunyainya demikian “ Tinggallah kamu di sini, dengan keledai ini. Aku beserta anak ini akan pergi ke sana. Kami akan sembahyang, sesudah itu kami akan kembali kepadamu”
Mengapa Abraham tidak mengijinkan para bujangnya ikut ke puncak bukit Moria? Karena Abraham tahu, mereka nantinya bukan membantu, malah justru akan menjadi penghalang baginya. Bila kita perhatikan ayat ke 5 ini baik-baik ternyata cukup menarik terutama bagian yang terakhir. Kalimatnya berbunyi demikian “ Sesudah itu kami akan kembali” Mengapa Abraham tidak mengatakan “ sesudah itu aku akan kembali” Kalau Abraham mengatakan kami akan kembali itu menunjukkan bahwa , Abraham akan kembali beserta Ishak. Mengapa bisa demikian?
Ada beberapa pendapat mengenai kalimat ini, yang pertama kemungkian besar Abraham itu berbohong, sebab jelas sekali ia mengetahui bahwa anaknya bakal ia bunuh. Yang kedua, ada yang mengatakan bahwa Abraham itu hanya mau menghibur diri, atau juga supaya tidak menimbulkan pertanyaan dari para bujangnya. Yang ke tiga, inilah iman Abraham itu (banding Ibrani 11 : 17-19). Saya sendiri berpendapat bahwa karena iman Abrahamlah, maka ia berkata kami akan kembali. I Trust HIM
Kemidian bila kita baca ayat 9-10, Abraham itu tidak bermain-main dengan keputusannya, hal ini menunjukkan bahwa “Abraham itu mengasihi Tuhan melebihi segala-galanya, bahkan melebihi mengasihi Ishak anaknya”. Makanya ia memberikan yang terbaik pada Tuhan. Sangat beda dengan kebanyakan anak-anak Tuhan saat ini, sering kali terjebak memberikan kepada Tuihan sesustu yang nomer dua bukan nomer satu. Kalau anaknya pandai, rajin, giat, maka ia akan usahkan agar anaknya menjadi Insinyur, dokter dan bahkan menjadi orang ternama. Namun kalau ketemu anaknya yang malas belajar, terpengaruh narkoba dan ekstasi, jahat, menyusahkan orang tua, maka ibunya akan datang kepada pendeta minta didoakan supaya anak ini bertobat, dan berjanji kalau anaknya bertobat ia dengan rela mempersembahkan anaknya menjadi pendeta. Abraham tidak demikian, ia memberikan yang paling baik dari seluruh hidupnya kepada Tuhan Allah. Itu sebabnya di ayat 1 Allah bertindak “ Jangan bunuh anak itu” Hal ini bukan berarti Allah merubah rencana-Nya, memang sejak awal Allah hanya hendak menguji kesetiaan iman Abraham.
Apa yang Tuhan kerjakan pada diri Abraham memang tidak boleh diberlakukan secara umum, artinya jangan kita berpikir bahwa apa saja yang kita berikan pada Tuhan pasti dikembalikan. Kalau memang sebagai anak Tuahn kita tergerak memberikan yang terbaik pada Tuhan maka berikanlah dengan iman. I Trust HIM sendiri sungguh yakin bahwa Allah tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya kekurangan. Ayat 13-14 Allah kemudian menyediakan seekor domba yang sednag tertambat sebagai pengganti korban (substitute), dan hal ini tentu bukan sesuatu yang kebetulan. Johanes Calvin mengatakan inilah pengaturan Tuhan itu (providence Of God). Dengan demikian maka iman Abraham bangkit kembali. Abraham ternyata bukan hanya menyembah pada Allah yang penuh kasih, tetapi juga Allah yang menyediakan segala-galanya, Yehovah Jireh, God Will Provide. Tuhan Allah itu begitu baik, Ia tidak menyediakan domba itu di kaki gunung, karena kalau demikian akan meruntuhkan iman Abraham, Tuhan juga tidak menyediakan domba itu setelah Ishak disembelih, karena tidak ada gunanya, Nasi menjadi Bubur, terlambat. Tetapi Tuhan menyediakan tepat pada waktunya.
Sebagai anak Tuhan kita mesti memiliki iman yang sedemikian rupa. Anugerah keselamatan yang diberikan Allah melalui Tuhan Yesus disalibkan di atas kayu salib telah membuktikan bahwa Allah itu mengasihi kita. Ia sanggup menjaga, memelihara dan mencukupi segala kebutuhan kita. Kuncinya adalah apabila segala keputusan yang kita ambil kita harus sertakan Tuhan Yesus ikut ambil bagian di dalamnya. Tatkala kita memutuskan join bekerja dengan sebuah perusahaan, tatkala kita memilih tempat kuliah, memilih teman hidup, memutuskan untuk tinggal di suatu tempat dan lain sebagainya, sangat perlu melibatkan Tuhan, supaya keputusannya tidak salah. Kalau kita sadar bahwa Allah itu begitu mengasihi kita, mengapa kita tidak mempercayakan seluruh hidup kita kepada-Nya?



Monday, July 24, 2006

KONSEKUENSI SEORANG PENGIKUT KRISTUS

KONSEKUENSI SEORANG PENGIKUT KRISTUS
(Lukas 19 : 1-10)

Apapun yang kita kerjakan di dunia ini, jika tidak untuk memuliakan nama Tuhan, maka hasilnya pasti sia-sia. Tidak peduli apa itu jabatan kita. Mungkin kita sebagai direktur di sebuah perusahaan, manager, ahli ekonomi, ahli komputer, ibu rumah tangga atau sebagai mahasiswa. Inilah konsekuensinya sebagai orang percaya yang sering terlupakan itu.

Penulis Dokter Lukas mencatat bahwa ada seorang tokoh yang bernama Zahkeus. Seorang yang berani mengambil kuensekuensi demi mengikut Yesus. Tidak gampang bagi seorang Zahkeus mengambil keputusan ini. Ia harus berpikir dua tiga kali secara matang. Sebagai seorang yang nota bene kaya, berjabatan khusus dan sudah tersohor di masyarakat. Coba kita telusuri konsekuensi apa saja yang telah diambil tatkala ia mengikut Yesus? Saya mencoba memaparkan tiga sikap penting yang dilakukan oleh Zahkeus.
1. Adanya Rekonsiliasi ( Perdamaian )
2. Adanya Rekonstruksi ( Pembaharuan diri)
3. Adanya Reaktifikasi ( Pengaktifan kembali)

Adanya Rekonsiliasi (Perdamaian)

Siapa Zahkeus ini? Ada di mana beliau? Alkitab kita mencatat bahwa Zahkeus itu tinggal di kota Yerikho. Kota Yerikho ini adalah kota yang permai dan makmur. Yerikho juga terkenal sebagai kota para imam (bnd Lukas 10 tatkala perumpamaan orang Samaria yang baik hati itu). Menurut tradisi di sana terdapat suatu pos yang cukup penting untuk memungut cukai atau bea atas berbagai barang dagangan yang diexport atau yang diperdagangkan. Jabatan pemungutan cukai ini dipersewakan (ditender) kan oleh pemerintah kepada orang-orang swasta, biasanya dengan jangka waktu tertentu. Contohnya masalah perparkiran yang dikelola oleh swasta pada masa kini. Oleh karena itu di kota Yerikho terdapat banyak sekali para pemungut cukai. Berkali-kali kita mendapat informasi bahwa pemungut cukai itu dipandang rendah oleh para pemuka agama. Mereka juga dibenci oleh masyarakat.

Ayat 2 mencatat bahwa Zahkeus adalah “Chief tax collector” (kepala pemungut cukai). Bayangkan, sebagai pemungut cukai saja sudah dibenci apalagi sang kepalanya. Nama Zahkeus itu kemungkinan dibentuk dari akar kata nama Zakai (misalnya Ezra 2 :9), artinya “orang bersih” Namun nama yang disandang Zahkeus tidak sesusi dengan karakternya. Selanjutnya ditegaskan lagi bahwa Zahkeus ini kaya. Kekayaan Zahkeus tidak diimbangi oleh perlakuan masyarakat terhadap dirinya. Biasanya orang kaya karena kekayaannya maka ia disegani dan dihormati. Jaman ini sekali orang-orang kaya banyak mendapat prioritas. Bila ia berkunjung ke gereja maka sambutannya “hangat” tersendiri. Rumahnya sering dibesuk oleh pendeta dan orang-orang gereja. Dirinya sering mendapat perhatian khusus. Tetapi berbeda dengan Zahkeus, ia malah dibenci. Jadi kita bisa membayangkan kondisi Zahkeus yang cukup sulit ini.
Kemungkinan besar sebagai pemungut cukai ia berlaku semena-mena kepada masyarakat, sebagaimana pengakuannya setelah bertobat. Namun kita mesti mengerti dan memahami mengapa dia sampai berlaku demikian. Untuk menjadi seorang pemungut cukai, Zahkeus telah menghabiskan banyak dana dengan mengadakan kontrak dengan pemerintah. Artinya dia telah membayar sejumlah uang yang besar agar dapat memiliki jabatan tersebut. Supaya modalnya balik, maka mau tidak mau ia harus menerapkan berbagai cara termasuk tarif pajak yang tinggi. Itu sebabnya maka tidak heran jika masyarakat umum merasa ditekan dan tidka heran mereka membencinya. Jadi walaupun ia penuh berlimpah dengan segala kekayaan, namun kehidupannya tidak memiliki damai sejahtera dan kebahgiaan, sebab banyak musuhnya.

Tatkala mendengar sebuah nama populer yakni Yesus hendak berkunjung di kotanya, maka kesempatan ini dipakai Zahkeus dengan sebaik-baiknya. Namun ada halangan yang cukup fatal yang membuat dia tidak dapat melihat Yesus, sebab tubuhnya pendek. “Tubuh boleh pendek namun akalnya panjang”. Makanya di ayat 4 mencatat, ia berlari mendahului orang banyak dan naik ke atas sebuah pohon ara. Jadi ada usaha keras yang dilakukan untuk mencapai keinginannya melihat Yesus.

Ayat 5, tatkala Yesus melihat Zahkeus, maka Ia berkata “ Zahkeus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu” Selanjutnya terjadilah suka-cita terbesar dalam diri Zahkeus. Diantara orang banyak, hanya Yesus yang memperhatikan Zahkeus dengan rasa simpatik, sedangkan orang lain memperhatikan Zahkeus dengan wajah sinis. Tidak salah apabila kita dapat menyimpulkan bahwa Yesus memperhatikan orang-orang yang tidak terperhatikan.

Bagi Zahkeus di sinilah letak kesejahteraan yang terbesar itu. Yesus bukan hanya memperhatikan dia tetapi juga bersedia tinggal di rumahnya. Ini merupakan suatu kehormatan yang sangat besar sekali. Kemungkinan orang-orang sekitar dapat menuduh Yesus itu “mata duitan” karena yang diperhatikan adalah Zahkeus yang kaya seperti yang dilakukan oleh orang-orang gereja masa kini. Namun tuduhan ini tidak benar, sebab di waktu yang lain Yesus pernah didatangi seorang pemuda yang kaya juga, namun Yesus tidak menerimanya dengan begitu gampang. Ada pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan pemuda itu, yakni menjual segala harta miliknya. Hasilnya kita sudah ketahui bahwa pemuda itu pergi dengan bersungut-sungut.

Adanya Rekonstruksi ( Pembaharuan)

Kehadiran Yesus di rumah Zahkeus menghasilkan suatu rekonsialisi, yang nyata bahwa seorang berdosa telah mengambil keputusan damai dengan Tuhan. Bagi Yesus Zahkeus bukan sosok musuh, tetapi seorang manusia yang harus dimenangkan kembali, sedangkan bagi Zahkeus Yesus itu merupakan Juru Selamat yang melebihi segala harta bendanya. Namun bagi orang sekitar, kehadiran Yesus ke rumah Zahkeus justru menjadi cemooh, sebab Yesus bersedia tinggal di rumah orang berdosa. Bukankah di Yerikho ada banyak imam, namun mengapa Yesus tidak menumpang di rumah mereka? Mengapa yang dipilih justru rumah Zahkeus? Saya yakin kalimat ini muncul karena ketidakpuasan mereka, juga boleh jadi karena mereka merasa iri , atau juga karena mereka merasa lebih baik dari Zahkeus. Jika mau jujur, sering kali kita sebagai orang percaya terjebak pada kondisi ini, “Tatkala orang lain yang terpilih”

Kalimat yang Yesus ucapkan begini, “Hari ini Aku harus menumpang di rumahmu” Boleh diartikan juga bermalam di rumahnya. Kata “harus” yang dipakai oleh dokter Lukas ini boleh diartikan juga bahwa “sesuai dengan rencana Allah dan kehendak-Nya”. Yesus datang ke dunia memang mencari orang-orang yang seperti Zahkeus. Ayat 10 mencatat, Yesus datang ke dunia mencari orang yang terhilang.

Tidak diceritakan secara mendetail apa yang dipikirkan dan apa yang termaktub dalam hati Zahkeus. Tetapi yang pasti adalah terdapat suka-cita besar dalam diri Zahkeus ini. Memang tidak semua orang kaya mendapat kesempatan seperti Zahkeus. Inilah Anugerah khusus, itu sebabnya respon dari Zahkeus adalah pertobatan. Zahkeus yang tadinya manusia berdosa tanpa pengharapan, sekarang menjadi manusia yang berpengharapan dalam Yesus. Dalam hal ini saya sebutkan dengan Rekonstruksi diri. Pertobatan seperti seseorang yang sedang kesasar, lalu ia harus balik arah 180 derajat. Tadinya ia telah melangkah pada arah yang melenceng, sekarang ia harus balik arah ke jalan yang benar. Zahkeus berhasil melakukan itu.

Adanya Reaktifikasi (Aktif kembali)

Zahkeus mebuktikan kepada khalayak ramai suatu keajaiban atas dirinya. Aya 8 mencatat “Tuhan . setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat” Inilah keputusan atas konsekuensi Zahkeus mengikut Yesus. Jadi terlihat nyata di sini Reaktifitasnya. Ada perubahan total dalam hati, hidup dan motivasi dari seorang Pemungut Cukai yang bernama Zahkeus itu. Coba lihat dan bandingkan dengan Imamat 6 : 15. Di situ jelas mencatat bahwa kalau seseorang ternyata memeras rekan sebangsanya dapat dihukum dengan membayar kembali jumlah yang diperas dan ditambah duapuluh persen (20%). Sedangkan Zahkeus berjanji akan mengembalikan lebih banyak dari itu. Zahkeus seakan-akan menyamakan dirinya dengan seorang pencuri domba (lih.Keluaran 22 : 1 , 22 : 4). Reaksi ini hanya terjadi bagi Zahkeus yang mendapatkan keselamatan itu. Baginya keselamatan merupakan suatu suka-cita besar (lih dan bnd Lukas 2 : 10)

Lihatlah, Zahkeus berani mengambil konsekuensi dan sekaligus menjalankannya. Bagaimana dengan kita? Boleh dibilang sebagai orang-orang percaya kita telah mengambil konsekuensi yang sama seperti Zahkeus ini. Tatkala kita baru pertama kali bertobat dihadapan Tuhan Yesus, dan kita telah menerima tantangan tersebut. Masalahnya, banyak sekali anak Tuhan dan saya curiga termasuk kita yang makin lama percaya pada Tuhan, makin melupakan konsekuensi yang pernah diambil. Itu sebabnya hari ini melalui tokoh Zahkeus kita dingatkan kembali, bahwa konsekuensi itu bukan hanya diambil saja, tetapi juga harus dilaksanakan.

Untuk mengecek dan merefleksi kembali kehidupan kita ini maka saya coba mengajukan beberapa tiga pertanyaan;

Sudahkah kita Rekonsiliasi diri kita? Baik terhadap diri sendiri, sesama kita terutama pada Tuhan?. Bagaimana mungkin kita berdamai dengan Tuhan kalau dengan diri kita pribadi senantiasa berkonflik?. Secara manusia kita ingin melakukan sesuatu, namun hati-nurani mengatakan hal itu bertentangan dengan Tuhan. Kita tidak bakal merasa damai sejahtera terus-menerus sebeleum ada perdamaian secara khusus dengan Tuhan. Itu sebabnya detik ini juga kita perlu mengambil waktu khusus untuk kembali berdamai dengan Tuhan terlebih dahulu, dengan demikian kedamaian akan diri pribadi dan sesama segera terlaksana.

Bagimana dengan Rekonstruksi diri kita? Benar kita pernah memiliki momen pertobatan pada masa-masa lalu, namun apakah pertobatan itu disertai pembaharuan diri? Coba kita periksa apakah kita memiliki pertumbuhan iman dan rohani kita selama tahun ini? Kalau pada setiap awal tahun baru kita selalu berkomitmen menjadi yang lebih baik untuk Tuhan, lalu permisi tanya apakah semua ini sudah terlaksana? Apakah janji tinggal janji saja?

Satu hal yang tidak kalah pentingnya bahwa kita juga perlu Reaktifikasi diri kita. Apa reaksi kita untuk Tuhan? Kalau Zahkeus dengan respon yang spontan mengatakan akan mengembalikan segala yang diambil dari masyarakat, bahkan membayar lebih. Lalu respon kita bagaimana? Apakah pernah terpikir dari kita bahwa Tuhan telah mengerjakan Karya yang besar bagi hidup kita, dan kita berhutang keselamatan pada-Nya. Keselamatan yang bernilai dan berharga. Begitu tinggi dan berharganya sehingga kita tidak sanggup membelinya sekalipun kita memiliki uang. Satu-satunya cara kita menerimanya secara cuma-cuma. Namun perlu diingat bahwa yang cuma-cuma ini bukan barang gratisan, namun ini merupakan Anugerah yang tak terbeli.

Saturday, July 08, 2006

TANTANGAN KEHIDUPAN ORANG PERCAYA

TANTANGAN KEHIDUPAN ORANG PERCAYA
(Matius 14 : 22 -33)

Selama kita hidup di dunia ini, tantangan kehidupan itu bermuculan terus-menerus. Saya yakin Anda merasakannya. “Tantangan” kehidupan adalah bahasa positip dari “Hambatan” kehidupan. Nah , jika tantangan ini selalu ada, bagaimana kita sebagai orang percaya menerobos nya. Apakah kita hanya membiarkan tantangan ini menyerang dan berlalu begitu saja?
Sebulan terakhir ini dunia digemparkan dengan berlangsungnya kompetisi Piala Dunia Sepak Bola 2006 di Berlin. Hal ini merupakan tantangan dari banyak orang. Para pecandu Sepak Bola di luar negeri tidak segan-segan begadang setiap malam demi melihat pertandingan tim favoritnya. Termasuk teman-teman yang berada di Indonesia. Saya yakin juga meja pertaruhan juga sangat ramai. Seorang penulis dari Holand - Belanda yang bernama Mang Ucup rela membotakkan kepalanya gara-gara tim kesayangannya Jerman kalah. Nah, dalam kondisi apapun, termasuk Sepak Bola ini, selalu saja ada tantangan dari pihak lawan. Menang atau kalah demikian pilihannya. Demikian juga peristiwa yang dialami oleh murid-murid Yesus saat ini.

Tidak seperti biasa, setelah Yesus melakukan mujizat memberi makan 5000 orang, Yesus tidak langsung pergi bersama murid-muriud-Nya. Ayat 22 mencatat Ia menyuruh murid-murid-Nya naik perahu mendahului-Nya. Sementara Yesus pergi menyendiri untuk berdoa, para murid ini menghadapi tantangan karena perahu mereka yang baru berjalan beberapa mil (Dalam bahasa Yunaninya dijelaskan jarak yang mereka tempuh 25 stadi,1 stadi 190 meter, jadi kurang lebih 5 Km) dihembus oleh angin sakal. sehingga perahu yang mereka tumpangi terombang-ambing. Dalam kondisi ketidaksanggupan dan bahaya ini, apa yang harus dilakukan? Mari kita coba pelajari dari konsep Alkitab ini. Ingat, bahwa kehidupan kita seperti “bola” yang bulat dan bergulir, menang dan kalah senantiasa menanti. Tetapi orang percaya memiliki taktik khusus menghadap tantangan ini. Mari kita lihat satu persatu

1. Believe

Secara fisik manusia, Yesus tidak bersama-sama mereka, karena terbatas ruang dan waktu. Namun murid-murid Yesus bukan orang asing terhadap masalah kelautan. Perahu, gelombang pasang, angin kencang dan badai merupakan “makanan” sehari-hari mereka, karena profesi awal meraka dahulu adalah nelayan. Sebagai nelayan tentu mereka sudah berpengalaman mengatasi kesulitan ini. Namun dalam kondisi capek , lelah ditambah angin sakal yang nampaknya sangat luar biasa ini, para nelayan ini tetap saja tidak berdaya.

Sebulan yang lalu saya diberitahukan oleh pihak percetakan bahwa salah satu buku yang saya tulis telah selesai dicetak. Kali ini memang saya mencoba mengajak beberapa teman-teman lama saya terlibat mendukung dalam hal dana. Namun setelah dikalkulasikan dananya, rupanya terdapat kekurangan yang cukup banyak, dan ini diluar perkiraan saya. Hal ini disebabkan karena harga bensin yang melonjak tinggi beberapa waktu lalu, sehingga mempengaruhi harga-harga lain, misalnya kertas, tinta cetak, apalagi biaya pengiriman.

Teman saya yang bagian mengurus kas lagi ke luar kota mengikuti konprensi. Hal yang membuat agak panik adalah, bagian percetakan mengatakan beliau butuh dana secepatnya, sementara teman saya yang lagi di luar kota itu belum membalas berita. Beberapa jam kemudian saya terima sms yang berbunyi bahwa, dana “di kas masih belum cukup”. Malam itu saya susah tidur, gelisah sekali. Saya berdoa Tuhan, jika Engkau berkenan, tolong bantu nich, toh ini bukan untuk kepentingan saya sendiri”

Hari itu Sabtu, saya harus menunggu hingga Senin baru teman saya itu pulang ke Jakarta. Sorenya beliau chek ulang lagi ke Bank, di sana terlihat ada sumbangan masuk dari salah seorang bekas anak remaja saya di Luar Negeri minggu lalu. Akhirnya jumlahnya bukan hanya mencukupi, malah masih ada lebih sedikit untuk persiapan penerbitan yang akan datang. Terus terang pada saat itu saya malu sekali pada Tuhan, saya juga malu pada Anda. Di mana iman saya? Ini pengalaman saya, artinya saya yang mengerti dan tahu, serta dalam kotbah sering mengajarkan mari kita percaya , beriman, Tuhan akan mencukupi, namun baru dalam kondisi ini saya panik. Apa bedanya saya dengan murid-murid Tuhan Yesus yang panik di perahu itu? Malam itu juga saya harus bertobat dan minta ampun pada Tuhan.

2. Attention
Para murid menyadari bahwa bahaya sedang menanti, sebab kalau yang mereka hadapi angin dan ombak biasa, maka mereka pasti dapat mengatasinya. Apalagi sekarang mereka rombongan di dalam satu perahu itu. Dalam kondisi demikian tentu hati menjadi kalut dan panik, tidak konsentrasi dan tidak fokus. Perrhatiannya bukan lagi bagaimana mengatasi masalah ini, namun muncul pemikiran dan khayalan baru. Apa yang bakal terjadi nanti. Padahal kejadian-kejadian itu belum ada sama sekali. Pada waktu itu kita secara tidak sadar menghadapi masalah bertubi-tubi, bahkan frustrasi.

Ay 26 mencatat, ketika murid-murid-Nya melihat Dia di atas air, mereka terkejut dna berseru “ Itu hantu, lalu mereka berteriak karena takut” Kita juga sering demikian, tatkala tantangan serasa berat datang, kita mulai terpikir masalah yang bukan-bukan. Itu sebabnya jikalau kita tidak berfokus memperhatikan Tuhan Yesus saja, maka kita bisa stress dan depresi. Sering kali mungkin karena kita sudah lama mengikut Tuhan, lalu kondisi kita masih biasa-biasa saja. Bahkan doa yang sudah lama dipanjatkan, namun tidak kunjung ada jawaban. Hati kita mulai pasrah, hati kita mulai suam –suam kukuh. Semangat kita mulai dingin. Biasanya membaca firman Tuhan setiap hari, sekarang tidak lagi. Biasanya berdoa sekarang tidak. Pada saat kita mengurangi kebiasasn baik ini, maka akan muncul kebiassan buruk. Itu sebab perlu hati-hati. Rasul Paulus mengatakan 1 Korintus 15:33 “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik”.

3. Learn

Bertahun-tahun murid-murid Yesus mengikuti-Nya, namun rupanya hal ini tidak menjamin mereka memahami dan mengenal siapa Yesus itu sebenarnya. Padahal mereka baru saja menyaksikan peristiwa mujizat 5 roti dan 2 ikan yang telah mengenyangkan banyak orang. Orang banyak percaya bahwa Yesus itu Juruselamat. Tetapi kalau untuk menerimanya tunggu dulu. Mereka hanya Believe , belum menmuju ke taraf trust,. Mereka hanya percaya, namun belum dalam taraf mempercayakaan.
Kembali kepada Sepak bola tadi. Sautu hari seorang pemain sepak Bola Jerman yang Atheis sedang berbincang-bincang dengan seoarng pemain Italia yang sebelum bertanding selalu berdoa; bahkan pernah satu kali mengabarkan Injil ke pemain Atheis itu.
Pemain Atheis itu bertanya : “ Apakah di Sorga nanti ada pertan dingan Sepak Bola atau tidak ?”
Pemain Italia berpikir sejenak, kemudian dia memberi komentar “ Oh , ngak tahu ya, tetapi ngak apa-apa , nanti kalau saya sudah meninggal dan menuju ke Sorga, saya akan tanya pada maliakat”
Pemain Atheis : “Kalau Malaikatnya bilang di Surga tidak ada gimana?” Pemain Italia “ Oh, kalau begitu kamu yang tanya saja” Ini hanya cerita, tetapi poin saya bukan di Surga atau di Neraka itu ada Sepak bolanya atau tidak , namun percayakah kita bahwa kalau kita yang percaya Tuhan Yesus pasti masuk Sorga?
Murid-murid Yesus memperoleh pelajaran bahwa sesungguhnya Yesus itu bukan manusia biasa. Sekali lagi bukan karena Ia bisa berjalan di atas air. Sebab di Internet saya pernah baca bahwa di Las Vegas juga ada orang yang bisa berjalan di atas air; kemudian di India juga pernah ada. Murid-murid harus tahu bahwa Yesus tidak terbatas pada ruang dan waktu. Dia ada di segala tempat, dan Yesus sanggup mengalahkan segala-galanya termasuk di dalmnya bencana alam.
Manusia terbatas. Secanggih-canggihnya teknologi, manusia tetap kalah pada yang namanya bencana alam. Buktinya terjangan air Tsunami, Gempa, bahkan letusan Gunung Merapi tetap saja membuat manusia tidak berdaya. Sudah hampir sebulan lebih terjadi bencana banjir Lumpur di Jawa Timur. Tepatnya di kota Porong dan sekitar dan juga kota Tanggul Angin yang terkenal menjual tas-tas bermerek aspal (Asli tapi Palsu). Mengapa terjadi demikian? Menurut berita, sebuah perusahaan mengadakan pemboran minyak di sana, namun mereka salah perkiraan yang sehingga yang keluar bukan minyak tetapi Lumpur. Lumpurnya saat ini melebar menimbun rumah-rumah penduduk, bahkan menutup jalan tol Surabaya - Malang. Akibtanya jalan Tol harus ditutup. Kejadian ini telah berlangsung sebulan lebih. Manusia tidak berdaya bukan?

Oleh sebab itu tatkala murid-murid-Nya panik dan kalut, Yesus datang dan berkata pada mereka “ Tenanglah, Aku ini, Jangan takut” (Ayat 27) Kata yang dipakai di sini adalah “Ego Eimi”, yang berarti Akulah Dia (Yesaya 41 :4). Kata ini sering dipakai Yohanes sebagai tuntutan keilahian Tuhan. Namun dalam bagian ini Matius ingin menunjukkan bahwa Yesus itu seperti seorang Bapa yang memberikan penghiburan dan kekuatan kepada anak-anaknya. “Jangan takut nak, papa ada di sini lo”

4. Liability
Di dalam menghadapi tantangan hidup, sudah pasti ada resiko yang harus dihadapi. Itu sebabnya jangan lari dari resiko - kita harus bertanggung jawab. Tatkala Petrus melihat Yesus dari jauh, sesuai karakternya yang spontanitas itu maka ia meminta agar boleh datang kepada Yesus dengan berjalan di atas air. Matius 14 : 29 “ Yesus berkata “ Datanglah, Maka Petrus turun dari perhau dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus”
Sewaktu di perahu mereka merasa takut, herannya saat ini Petrus turun dari perahu, malah tidak ada perasaan takut. Semua ini menunjukkan bahwa Petrus percaya bahwa Yesus sungguh Allah , dan Dia adalah Allah yang perkasa yang dapat menyelesaikan segala perkaranya. 1 Korintus 10:13 Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.

Cara yang dilakukan Petrus adalah mempercayakan masalahnya kepada Yesus, karena Dia pasti akan membantu dan memberi kekuatan kepada kita menyelesaikan masalah itu. Orang percaya yang bertanggung jawab adalah orang percaya yang berani masuk dan menghadapi tantangan seperti ini.

“Berjalan di atas air bukan berarti lari dari persoalan” Sebab tatkala Petrus berjalan di atas air anginnya masih ada. Resikonya adalah, kalau di tengah perjalanan itu ia lengah, maka ia akan kalah. “ Matius 14 : 30 mencatat bahwa Petrrus tenggelam justru bukan pada saat berada di perahu dengan angin sakal itu, tetapi karena tiupan angin setelah keluar dari perahu. Ia tidak memusatkan perhatiannya pada Tuhan Yesus, maka ia harus bertanggung jawab terhap apa yang dilakukannya. Ia tenggelam.

Sama seperti para pemain Sepak Bola, tatkala mereka lengah, maka walaupun lawan di depan di atas kertas tidak termasuk perhitungan, tetap saja dapat mengalami kekalahan. Jadi tidak ada istilah mengganggap remeh.

Aya 31- dan seterusnya , menunjukkan bahwa Yesus, memanggil murid-muruid-Nya sebagai “mereka yang kurang percaya”, dan Ia berrtanya mengapa mereka bimbang? Melalui peristiwa ini, muncullah pengakuan dari murid-murid yang menyatakan bahwa “ Sesungguhnya Engkau Anak Allah”

Benar, sesunguhnya Yesus Anak Allah yang sanggup memberikan kepada kita kekuatan untuk menyelesaikan atau masalah yang ada dan menang. Asala saja fokus kepercayaan kita tetap tertuju kepada-Nya.

Melalui Tantangan Kehidupan Orang Percaya hari ini, kita belajar 4 hal yang penting,
Believe
Orang yang mempercayakan Hidupnya pada Tuhan Yesus, tidak pernah merasa ragu, walau besok akan ada ujian , ada tugas dan deadline kerja dan paper, hari ini dia masih sanggup melayani Tuhan
Attention
Fokus utama perhatiannya tertuju pada Yesus. Imannya tidak goyah, walaupun jam segini ada final antara Italia vs Prancis, ia tetap hadir ke gereja
Learn
Pelajaran bagi kita, bahwa kita bukan menyembah pada Yesus yang mati, tetapi kita menyembah Yesus yang berkuasa, dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Oleh sebab itu pengharapan kita kepada-Nya merupakan pengharapan yang pasti.
Liability
Ketika tantangan hadir did lam hikup kita, maka orang percaya bukan berusaha menghindari dan lari. Tetapi kita harus coba menghadapi. Resikonya sudah pasti ada, namun hasilnya melampaui resiko tersebut.
B. A. L . L …… Demam Sepak Bola membuat seseorang lupa bahwa besok mereka harus bekerja. Ada yang lupa besok harus ujian. Ini Merupakan tantangan bukan. Selama bola masih bulat , maka terbuka kemungkinan bagi siapa saja memenangkan pertandingan itu. Namun Bola bukan pengharapan kita yang sejati. Pengharapan yang sejati terletak pada Tuhan Yesus, ay 31 merupakan janji bagi mereka yang merasa bimbang dalam hidup ini. Mari kita bergerak maju menghadapi tantangan hidup ini. Segala kesulitan, kepahitan dan kekusutan akan hidup ini akan menjadi manis kalau Tuhan Yesus menyertai kita. Bahkan gelombang sakalpun akhirnya berhenti. Sekali lagi, orang Kristen yang berkualitas pasti dapat mengalahkan segala tantangan yang ada.